EBTANAS
kurang tiga bulan lagi. Aku harus mengambil sikap. Bagaimanapun juga aku harus
mempersiapkan dengan lebih baik untuk penguasaan materi pelajaran. Tahun
menunjuk 1995. Hasil nilai ebtanas murni digunakan sebagai acuan untuk
mendaftarakan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi. Nilai ebtanas murni akan menentukan nasib untuk memilih sekolah
yang akan dituju.
Pada waktu itu, ada 6 pelajaran yang diebtanas-kan
yaitu Matematika,Bahasa Inggris,Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan PMP. Persiapan
yang baik untuk hasil yang baik. Persiapan yang lebih baik untuk hasil yang
lebih baik. Persiapan yang paling baik untuk hasil yang terbaik. Aku ingin
hasil ebtanas yang terbaik sehingga persiapan akupun harus yang paling baik.
Dengan berat hati, kutuliskan sepucuk
surat perpisahan. Ini isi dari suratku “Bapak,Ibu Roeka, Mas Wit, Mbak Ida dan
Kokok yang terhormat dan baik hati. Terima kasih kuucapkan. Bapak, Ibu dan
keluarga telah memberi aku makan, telah memberi aku minum, telah memberi aku tumpangan,
telah memberi aku uang untuk biaya sekolah, telah membelikan aku pakaian
seragam sekolah, telah memberikan aku pakain harian, telah mengajari aku
bagaimana untuk bertahan dalam badai, telah membimbing dan mengarahkan aku,
telah memberikan aku kasih sayang. Kini, sudah saatnya aku harus meninggalkan
rumah ini. Ku tak kuasa matur secara lesan. Oleh karena itu kugoreskan tinta di
secarik kertas ini sebagai ucapan rasa terima kasihku. Semoga Allah Yang Maha
Segala-galanya yang dapat membalas kebaikan bapak dan ibu sekeluarga. Amin”
Walaupun tak ada masalah yang berarti,
aku harus tahu diri. keluarga pak Roeka
tidak pernah meminta aku untuk meninggalkan rumah itu. Aku berfikir berapa
besar biaya yang akan dikeluarkan untuk kuliah Mas Wit di UGM, untuk biaya
kuliah Mbak Ida di UNTAG untuk biaya Kokok di SMA, untuk biaya keponakan beliau
di SMA PGRI Pati? Tidak, aku tidak boleh
egois. Aku tak boleh mementingkan diriku sendiri.
Setelah sepucuk surat perpisahan
kutulis, kutinggalkan diatas meja rumah tengah. Kubawa pakaian dan bukuku. Aku
pulang ke rumah asal di desaku. Meski agak jauh dari lokasi SMP, jarak tidak
masalah bagiku. Tiga bulan aku nyepeda onthel dari desa ke SMP Winong yang
berjarak kira-kira dua kilometer. Aku punya banyak waktu untuk belajar. Aku tak
ingin hasil ebtanasku jatuh. Aku harus belajar keras. Dengan pulang ke desaku aku mempunyai banyak waktu
untuk berkonsentrasi untuk belajar.
Seberapa sulit situasi, seberapa
menderita aku, tetapi tetap
kutunaikan sholat lima waktu sehari semalam . Shubuh, Dhuhur, Ashar, Magrib dan Isya’.
Jariku lima. Sebagai misal jariku tidak
berfungsi satu saja, maka akan merasa kurang untuk melakukan kegiatan. Demikian
kalau aku ketinggalan satu kali waktu saja karena suatu hal maka seakan ada
yang kurang di hatiku.
“There is a will...there is a way...”
Ada kemauan... ada jalan. Ada dua tujuan, aku pulang ke desaku. Pertama aku
mempunyai tambahan waktu untuk belajar, sehingga aku dapat mengerjakan ebtanas
dengan baik dan dapat mencapai nilai yang setinggi tingginya sesuai dengan
kemampuanku. Yang kedua dengan capaian
nilai yang tinggi aku dapat masuk ke SMAN 1 Pati.
0 komentar:
Posting Komentar