Mataku menatap
ke langit biru. Kupandang mendung putih tipis bekejar-kejaran. Mereka berlarian ditiup angin. Kemudian
kualihkan pandangan mataku ke sawah dan kebun. Kulihat rerumputan hijau dan
tanaman padi yang mulai menguning di
hamparan sawah yang begitu luas. Setelah
beberapa saat berhenti untuk melepas lelah dan dahaga, kulanjutkan tugas
untuk membabat rerumputan hijau di galeng persawahan dan kutaruh di dalam keranjang. Setelah
keranjang penuh dengan rumput, aku pulang.
Aku dan adikku dibelikan ibu seekor
kambing jantan. Kambing itu harus kucarikan rumput yang bagus dan hijau. Kambing itu nggak mau makan sembarang rumput.
Ia hanya mau makan daun-daun dari pohon tertentu dan rumput yang segar dan hijau. Kalau tak ada rotan
akarpun jadi. Kalau tak ada rumput yang
hijau, aku carikan dedaunan dengan cara memanjat pohon. Kambing kukasih makan rumput hijau dan
daun supaya kenyang.
Waktu itu aku masih duduk di bangku
kelas 5 Sekolah Dasar. Sedangkan adikku
duduk di bangku kelas dua.Terlahir di kawasan pedesaan, aku harus pandai
membagi waktu antara belajar, mengasuh adik , memberi makan ayam, menyapu halaman dan rumah dan mencarikan
makan kambing. Ibu adalah seorang
pedagang kecil di Pasar Puri dengan menjual anyam-anyaman dari bambu
seperti tampah, dunak,tebok
,kalo,ilir,tambir dan lain-lainnya. Ibu
berangkat sekitar jam 3 fajar dengan berjalan kaki dari Desa Pulorejo,Winong
dan menuju ke Pasar Puri di Kota Pati.
Jarak antara desaku dan Pasar Puri
sekitar 15 kilometer. Beliau pulang sampai ke rumah pada jam 5 sore.
Sedangkan ayahku telah meninggalkan aku, adik dan ibu waktu aku masih kecil
dikarenakan himpitan ekonomi yang begitu berat.
Karena Ibu
yang bekerja membanting tulang
itulah, aku dan adikku harus berusaha mengurus diri sendiri. Pagi harus bangun pagi, sholat subuh, memberi makan
kambing kesayangan, membeli sarapan di warung, mandi, ganti pakaian seragam ,
memakai sepatu dan kaos kaki dan barangkat ke sekolah dengan berjalan kaki.
Jarak antara sekolah dan Sekolah Dasar Puluhan Kebak sekitar 1 kilometer. Ya, cukup
jauh. Sepeda, pada waktu itu masih
terlalu mahal dan tak terjangkau. Aku
tidak berjalan sendiri. Banyak teman berjalan secara bersama-sama . Jarak 1 km
terasa dekat, karena dilakukan secara
bersama-sama dan dengan hati senang.
Walau harus berjalan dengan jarak kira-kira
1 km waktu berangkat dan pulang sekolah ,
tetapi pantang bagiku untuk datang
terlambat. Saya harus datang lebih awal dari teman-temanku. Sesampai di sekolah aku bertemu dengan
bapak/ibu guru: Bu Ratni, Bu Harni, Bu Nyami, Pak Setyo, Pak Turi, Pak Lajimin, Pak Sidik, Pak
Kuyanto dan Pak Sugiharto. Begitu sampai di sekolah, aku dan teman-teman
menghormat sambil memberi salam. Aku masih teringat pada teman teman SD-ku;
Sukarno, Sardi, Saripin, Kasnawi, Harbono, Nawangsih, Srinah dan masih banyak
yang lain.
Pada suatu hari, ibu guru Kelas V memangil salah satu temanku. Beliau
berkata, ” Kamu yang akan mewakili SDN Puluhan Kebak untuk maju mengikuti perlombaan pelajar teladan di
tingkat kecamatan. Dan ini sebuah buku tambahan yang harus kamu hafalkan dan
pelajari di rumah.” “Apa..?” kataku. Tersambar petir rasanya. Hatiku mendidih... mau usul, mau memprotes,
mau berontak tetapi aku tak berani. “Tidaklah
adil,” kataku dalam hati. Mengapa tidak
diadakan seleksi dahulu di tingkat kelas?
Tes tertulis atau wawancara? Bukankah setiap siswa mempunyai hak yang
sama? Bukankah aku juga mempunyai hak untuk mewakili sekolah ini?
Kupendam usulanku dalam-dalam di dada.
Kusimpan air mataku di dalam kelopak mata. Kukubur dalam hati sanubari semangat untuk menjadi yang terpilih. Setelah
pulang dan sampai di rumah, akhirnya aku mengadu pada Tuhanku.“Ya Allah, mengapa guruku tidak memilihku untuk mewakili
lomba pelajar teladan di tingkat kecamatan Winong?” Aku mulai berkaca diri. “Kamu
tidak pantas, kamu kan miskin, kamu kan tidak ditunggui ayahmu, kamu kan hanya
seorang anak dari seorang pedagang anyaman bambu, kamu kan jelek, kamu kan bodoh!”
Tidak terasa air mata membasahi
pipiku. Kalau alasan yang terakhir, pasti aku bisa menerimanya. Berarti aku
harus belajar dan belajar. Sejak saat
itulah aku berjanji pada diriku sendiri
untuk rajin belajar dan bekerja membantu ibu dan ingin menjadi siswa yang terbaik.
Setelah sholat Dhuhur, ngliwet dan makan siang dengan
lauk seadanya aku dan adikku pergi
mencarikan rumput untuk kambingku. Sore
hari, ibu datang dari berjualan anyaman dan membawa sedikit oleh-oleh. Aku dan adik memakan oleh-oleh tersebut,
kemudian aku menjalankan sholat Ashar.
Waktu Maghrib mau tiba. Kutenteng
sarung, kupakai kopiah dan melangkah dengan pasti menuju ke masjid desa. Antara
masjid dan rumah tempat tinggalku tidaklah jauh, hanya berjarak kira-kira 100 meter. Kupegang mik dan kukumandangkan
adzan sholat Magrib. Kemudian kulantunkan sholawat sambil menunggu kedatangan jamaah lainnya. Setelah para jamaah berkumpul kulafatkan
iqomah. Selesai sholat, aku mengaji dengan Pak Rozaq untuk membaca Al Qur’an.
Selesai mengaji, aku pulang. Kemudian
aku menyiapkan buku dan mengerjakan beberapa tugas sekolah yang diberikan
kepadaku. Setelah selesai sholat, aku berkata pada ibu, “Ibu, besok Minggu saya
mau ikut ke Pati untuk membeli buku.” “Iya Le, tapi kamu harus membantu ibu membawakan
dagangan dan berjalan!” “Iya ,Bu!”
jawabku. Aku gembira sekali mendengar
jawaban dari ibu.
Hari itu hari Minggu. Sesuai janji ibu, aku bangun pukul 3 malam. Aku ditalikan 20
buah tampah. Tampah itu dibagi dua. Masing-masing katan tampah diikatkan di
pucuk mbatan. Aku harus memikul kedua renteng tampah tersebut. Di kegelapan
fajar, dengan berobor oncor, aku berjalan mengikuti ibu. Satu kilo meter, dua kilo meter, tiga
kilometer belum terasa berat. Tetapi
setelah menginjak kilometer keempat
pundakku mulai terasa sakit. Kaki mulai terasa capai. Kami tetap melangkah untuk menuju ke Pasar
Puri di Kota Pati. Berat dan capai terasa hilang, sewaktu teringat buku yang mau aku
beli. Usai membantu berjualan, aku dan ibu menuju ke toko buku Damai yang
terletak di Jl. Pangliman Sudirman Kota Pati untuk membeli sebuah buku impian yaitu buku Himpunan
Pengetahuan Umum atau terkenal dengan singkatan HPU.
Setelah itu, saya dan ibu pulang.
Sesampai di rumah, tanpa harus diminta oleh guru, kuhafal, kupelajari dan kutelan seluruh isi buku tersebut. Aku
tidak peduli, kekecewaanku yang tidak dipilih untuk mewakili pelajar teladan
tidak membuatku surut untuk tetap
belajar. Siapa tahu ilmu tersebut bermanfaat. Aku masih teringat ketika Pak
Rojaq guru ngajiku pernah memberikan ceramah bahwa barang siapa yang ingin
meraih dunia maka dengan ilmu, barang siapa menginginkan akherat maka dengan
ilmu dan barang siapa ingin kedua-duanya maka dengan ilmu. Oleh karena itu aku
tetap rajin belajar. Disamping itu beliau juga pernah mengatakan bahwa Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum apabila kaum tersebut tak mau mengubahnya.
0 komentar:
Posting Komentar